Rabu, 22 Oktober 2014

PELAYANAN PEMINATAN PESERTA DIDIK


Nama : Riyani Puspitasari
Kelas : BK 3A
Prodi Bimbingan dan Konseling 
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan 
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka



PELAYANAN PEMINATAN PESERTA DIDIK
Dengan memperlihatkan konsep peminatan dipahami bahwa pada satuan pendidikan (SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK) terdapat kelompok mata pelajaran peminatan studi meliputi peminatan akademik, peminatan vokasional, peminatan pendalaman, dan lintas mata pelajaran dan peminatan studi lanjut, sebagaimana diuraikan didalam buku pedoman peminatan peserta didik. Untuk SMA/MA/SMALB peminatan akademik meliputi peminatan matematika, dan sains, peminatan sosial dan peminatan bahasa ; sedangkan untuk SMK/MAK meliputi peminatan akademik dan vokasional. Guru BK atau konselor melalui pelayanan BK membantu peserta didik dalam memenuhi arah peminatan peserta didik sesuai dengan kemampuan mental dasar, bakat, minat dan kecenderungan pribadi mereka masing-masing.

1.  Tingkat dan Arah Peminatan
      Memperhatikan pengertian, fungsi, dan tujuan diatas, tingkat arah peminatan yang perlu dikembangkan sebagai berikut :
1)       Arah peminatan pertama perlu dikembangkan pada siswa SD/MI/SDLB yang akan melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs/SMPLB. Mereka dibantu untuk memperoleh informasi memilih SMP/MTs/SMPLB
2)       Arah peminatan kedua perlu dikembangkan pada siswa SMP/MTs/SMPLB yang akan melanjutkan studi ke SMA/MA/SMALB atau SMK/MAK. Mereka dibantu untuk memperoleh informasi yang cukup lengkap tentang jenis dan program penyelenggaraan masing-masing SMA/MA/SMALB atau SMK/MAK, pilihan peminatan mata pelajaran dan arah karir yang ada, serta kemungkinan studi lanjutan.
3)       Arah peminatan ketiga umum perlu dikembangkan pada siswa SMA/MA/SMALB untuk memilih peminatan akademik, pilihan dan pendalaman mata pelajaran lintas peminatan, serta pilihan arah pengembangan karir.
4)       Arah peminatan ketiga kejuruan perlu dikembangkan pada siswa SMK/MAK untuk memilih peminatan vokasional, pilihan mata pelajaran lintas peminatan dan mata pelajaran praktik/kejuruan yang ada di SMK/MAK
5)       Arah peminatan keempat  perlu dikembangkan pada siswa di SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK yang akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi, mereka dibantu untuk memilih salah satu fakultas dengan program studinya yang ada di perguruan tinggi, sesuai dengan bakal dan minat, serta pilihan peminatan/pendalaman mata pelajaran yang bersifat akademik atau vokasional di SMA/MA/SMALB atau SMK/MAK

2.  Tingkat Arah Peminatan
Untuk setiap tingkat arah peminatan digunakan lima aspek pokok sebagai dasar pertimbangan bagi arah peminatan yang akan ditempuh. Kelima aspek tersebut mengacu kepada karakteristik pribadi peserta didik dan lingkungannya, kondisi sekolah dan kondisi pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pendidikan siswa yang bersangkutan, dikaitkan pada konstruk dan isi kurikulum yaitu :
a.         Kemampuan mental dasar (kecerdasan), yaitu kemampuan dasar yang biasanya diukur dengan tes intelegensi.
b.        Bakat, minat, dan kecenderungan pribadi yang dapat diukur dengan tes bakat dan inventori tentang bakat/minat.
c.        Konstruk dan isi kurikulum yang memuat mata pelajaran dan praktik/latihan yang dapat diambil/didalami siswa atas dasar pilihan, serta sistem Satuan Kredit Semester (SKS) yang dilaksanakan.
d.        Pestasi hasil belajar, yaitu nilai hasil belajar yang diperoleh siswa di satuan pendidikan, baik (a) rata-rata pada umumnya, maupun (b) permata pelajaran, baik yang bersifat wajib maupun pilihan, dalam rangka peminatan akademik, vokasional dan studi lanjut.
e.         Ketersediaan fasilitas satuan pendidikan, yaitu apa yang ada di tempat siswa belajar yang dapat menunjang pilihan atau arah peminatan siswa.
f.          Dorongan moral dan financial, yaitu kemungkinan penguatan  dan berbagai sumber yang dapat membantu siswa, seperti orang tua, dan kemungkinan dari pihak lain, dan beasiswa.

3.  Langak Pokok Pelayanan Peminatan
Pelayanan peminatan peserta didik dimulai sejak sedini mungkin, yaitu sejak peserta didik menyadari bahwa ia berkesempatan memilih jenis sekolah dan mata pelajaran dan arah karir dan studi lanjut. Ketika itulah langkah-langkah pelayanan peminatan secara sistematik dimulai, mengikuti langkah yang disesuaikan dengan tingkat dan arah peminatan yang ada.

a.         LANGKAH PERTAMA : pengumpulan data dan informasi
Langkah ini dilakukan untuk mengumpulkan data tentang :
1)     Data pribadi siswa : kemampuan mental dasar (intelegensi), bakat dan minat serta kecenderungan khusus
2)     Kondisi keluarga dan lingkungan
3)     Mata pelajaran wajib dan pilihan jalur peminatan yang ada
4)     Sistem pembelajaran, termasuk system Satuan Kredit Semester (SKS)
5)     Informasi pekerjaan/karir
6)     Imformasi pendidikan lanjutan dan kesempatan kerja
7)     Data kegiatan dan hasil belajar
8)     Data khusus tentang pribadi peserta didik

b.                    LANGKAH KEDUA : layanan informasi/orientasi arah peminatan
Dengan langkah ini kepada para peserta didik diberikan informasi selengkapnya, sesuai dengan jenis dan jenjang satuan pendidikan peserta didik, yaitu informasi tentang :
1)     Sekolah ataupun program yang sedang mereka ikuti serta selamat dari sekolah atau program tersebur, dan selepas dari kelas yang mereka duduki sekarang.
2)     Struktur dan isi kurikulum dengan berbagai mata pelajaran yang ada, baik yang wajib maupun pilihan yang diikuti siswa, terutama berkenaan dengan jalur peminatan dan pilihan mata pelajaran pendalaman lintas peminatan.
3)     Sistem jalur peminatan, sistem SKS serta penyelenggaraan pembelajarannya.
4)     Informasi tentang karir atau jenis pekerjaan yang perlu dipahami atau yang dapat dijangkau oleh tamatan pendidikan yang sedang ditempuh sekarang, terutama berkenaan dengan peminatan vokasional.
5)     Informasi tentang studi lanjut selama pendidikan yang sedang ditempuh sekarang.
Layanan informasi tentang berbagai hal diatas dapat dilakukan melalui layanan informasi klasikal. Layanan informasi ini dapat dilengkapi dengan layanan orientasi melalui kunjungan ke sekolah/madrasah atau lembaga kerja yang dapat memperkaya arah peminatan peserta didik, dan layanan (misalnya layanan bimbingan kelompok) yang memungkinkan peserta didik ber-BMB3 (berfikir, merasa, bersikap, bertindak, dan bertanggung jawab) berkenaan dengan arah peminatan akademik dan vokasional serta studi lanjut.
c.        LANGKAH KETIGA : identifikasi dan penetapan arah peminatan
Langkah ini terfokus pada kecocokan antara kondisi pribadi peserta didik dengan syarat-syarat atau jalur peminatan yang ada dan mata pelajaran lintas peminatan pada satuan pendidikan, arah pengembangan karir, kondisi orang tuan, dan lingkungan pada umumnya, terutama dalam rangka peminatan akademik, vokasional, dan studi lanjutan, dan syarat-syarat pengambilan mata pelajaran dalam sistem SKS yang berlaku. Langkah ketiga ini dilaksanakan melalui kontak langsung dengan guru BK atau konselor dengan peserta didik melalui penyajian angket ataupun modul. Kontak langsung ini disertai pembahasan individu, diskusi kelompok dan kegiatan lain melalui strategi transformasi-BMB3 atas berbagai aspek pilihan yang tersedia dan keputusan yang diambil.
d.                    LANGKAH KEEMPAT : penyesuaian
Arah penyesuaian yang dimaksud pada garis besarnya adalah sebagai berikut :
1)     Apabila pilihan tepat tetapi pada satuan pendidikan yang sedang atau akan diikuti tidak tersedia pilihan yang diinginkan, maka siswa yang bersangkutan dapat dianjurkan untuk mengambil pilihan itu di satuan pendidikan lain.
2)     Apabila pilihan tepat dan fasilitas pada satuan pendidikan tersedia, tetapi dukungan finansial tidak ada, maka perlu dilakukan konseling perorangan dan layanan lain serta kegiatan pendukung yang relevan terhadap peserta didik dan orang tuanya untuk membahas kemungkinan mencari bantuan atau beasiswa.
3)     Apabila pilihan tidak tepat, maka peserta didik yang bersangkutan perlu menggantikan pilihan lain dan perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian pada diri peserta didik dan pihak-pihak yang berkepentingan. Untuk itu diperlukan layanan konseling perorangan dan layanan lain serta kegiatan pendukung yang relevan bagi siswa yang bersangkutan.
e.         LANGKAH KELIMA : monitoring dan tindak lanjut
Guru BK atu konselor memonitor penampilan dan kegiatan peserta didik asuhnya secara keseluruhan dalam menjalani program pendidikan yang diikutinya, melalui pendampingan oleh guru BK atau konselor dan guru mata pelajaran, khususnya berkenaan dengan peminatan yang telah dipilih/ditetapkan. Perkembangan dan berbagai permasalahan peserta didik dalam menjalani peminatannya itu perlu diantisipasi dan meperoleh pelayanan BK secara komprehensif dan tepat

4.  Pelayanan Peminatan Menyeluruh
Pelayanan peminatan peserta didik secara menyeluruh melibatkan berbagai unsur, yaitu peserta didik sendiri yang pada dirinya terkait langsung arah dan obyek peminatan, jenis layanan dan kegiatan pendukung yang dilakukan oleh guru BK atau konselor dan pihak-pihak lain yang terkait, melalui strategi pembahasan yang cukup mendalam dengan dinamika BMB3, yang akhirnya diperoleh pilihan dan penetapan peminatan dengan criteria AKURS yang jelas dan mantap. Kelima langkah pelayanan tersebut terdahulu merupakan tahap-tahap pelaksanaan dengan muatan unsure-unsur yang dimaksudkan.


Referensi :
1.     Prayitno (2012b). Spektrum Pelayanan Konseling. Padang : UNP
2.     Prayitno (2013a). Spektrum Proses Pembelajaran : Strategi Pembelajaran Transformatif-BMB3. Padang : UNP
3.     Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

KONSELING ADALAH PENDIDIK


Nama : Riyani Puspitasari
Kelas : 3A
Prodi : Bimbingan dan Konseling

KONSELING ADALAH PENDIDIK
1.     Konselor adalah Pendidik
Profesi konseling di Indonesia sejak awal memang terarahkan kepada pelayanan profesional di bidang pendidikan. Seluruh upaya pengembangan bidang pelayanan yang sejak awalnya bernama Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian menjadi Bimbingan dan Konseling (BK), sampai adanya usulan untuk digunakannya satu istilah saja, yaitu konseling. Profesi yang dimaksudkan itu tidak pernah berubah dalam arah dasar, orientasi, visi dan misinya yaitu pendidikan. Meskipun sampai dengan tahun 1990-an masih secara resmi digunakan istilah bimbingan dalam buku terbitan pemerintah (seperti buku Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah: Buku I s.d IV oleh Prayitno dkk,1997), namun pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 istilah tunggal konseling mulai digunakan. Puncak dari perkembangan demikian itu ditandai dengan terbitnya Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diberlakukan diseluruh tanah air. Undang-undang ini secara legal menyebutkan bahwa konselor adalah pendidik, sejajar dengan kualifikasi pendidik lainnya, sebagaimana dikemukakan sebagai berikut :
*    Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. (pasal 1 butir 6)
Luar biasa. Undang-undang tenaga Sistem Pendidikan Nasional tersebut menegaskan bahwa profesi konseling secara resmi berada dalam wilayah pendidikan yang tentu saja landasan keilmuannya adalah Ilmu Pendidikan. Penegasan itu menghilangkan keraguan tentang keberadaan profesi konseling, yaitu tidak berada dalam wilayah psikologi atau yang lainnya.
Lebih jauh, status konselor sebagai pendidik itu ditegaskan bahwa posisinya itu adalah sebagai tenaga profesional, sebagaimana dikemukakan :
*    Pendidik merupakan tenaga profesionalnyang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 2)
Adapun pengertian profesional adalah :
*    Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. (UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Butir 4)
Istimewanya lagi, konselor yang adalah pendidik itu berkinerja melakukan proses pembelajaran, yang maknanya adalah sebagai berikut :
*    Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No 20/2003 tentang SPN. Pasal 1 Butir 20)

2.                          Konseling yang Membelajarkan
Konseling merupakan pekerjaan sehari-hari konselor. Konselor sebagai pendidik adalah membelajarkan klien atau sasaran layanan konseling. Tugas pembelajaran ini akan menjadi lebih jelas arah, tujuan dan operasionalnya dengan benar-benar memahami pengertian pendidikan yang dikemukakan dalam Undang-undang Sitem Pendidikan Nasional, yaitu :
a.        Pengertian Pendidikan adalah Landasan Konsep Konseling
*    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. (Pasal 1 Butir 1)
Segenap kandungan tentang belajar dan pembelajaran itu merupakan jawaban dari tujuh pertanyaan yang tersimpul dalam 7-A, yaitu : apa, mengapa, bagaimana, kepada siapa, kapan dan dimana, serta sebab akibat dan tindak lanjutnya tentang belajar dan pembelajaran itu. Berikut ini dikemukakan hal berkenaan 7-A itu sebagai kandungan kedua kata kunci itu (dapat dilihat dari sejumlah sumber : Prayitno, 1997; Prayitno, Mhd Ansyar & Aljufri B, 2006; Prayitno & Afifa Khaidir, 2010; Prayitno & Manullang, 2011; Prayitno, Marjohan & Ifdil, 2012; Marjohan dkk, 2012; Prayitno, 2013), yaitu sebagai berikut :
1)    Apa itu belajar? Belajar adalah usaha menguasai sesuatu yang baru, dalam lima dimensi :
·        Tahu : dari tidak tahu menjadi tahu
·        Bisa : dari tidak bisa menjadi bisa
·        Mau : dari tidak mau menjadi mau
·        Biasa : dari tidak biasa menjadi biasa
·        Ikhlas : dari tidak ikhlas menjadi ikhlas
Menurut UNESCO (1997) ada empat pilar belajar yang perlu ditegakkan dalam proses pembelajaran. Empat pilar dari UNESCO ini (no 1s/d 4) perlu ditambah satu pilar lagi (nomor 5) sehingga menjadi lengkap untuk mengembangkan potensi peserta didik secara utuh, penuh dan optimal, pilar-pilar tersebut adalah sebagai berikut :
1.  Belajar untuk tahu (learning to know)
2.  Belajar untuk bisa (learning to do)
3.  Belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be)
4.  Belajar untuk hidup bersama (learning to live together)
5.  Belajar untuk percaya kepada Tuhan yang Maha Esa (learning to believe in god)
Dengan lima pilar belajar tersebut peserta didik dibina untuk menjadi pribadi yang utuh, berkembang optimal, tangguh, mandiri dan mampu mengendalikan diri.
2)    Apa itu pembelajaran? Diatas telah disebutkan bahwa pembelajaran adalah interaksi antara pendidik dan peserta didik. Interaksi tersebut dalam bentuk kegiatan pendidik yang dengan sekuat tenaga, dengan berbagai cara, mendorong, memfasilitasi, dan memberikan kesempatan kepada peserta didik agar mereka belajar, agar mereka berada dalam suasana belajar. Dengan kata lain pembelajaran adalah kegiatan yang membuat orang lain (dalam hal ini peserta didik) belajar.
3)    Mengapa belajar dan pembelajaran itu perlu? Secara umum dan mendasar adalah agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Dengan pengembangan potensi itu (secara optimal) peserta didik menjadi orang yang sebagaimana dikehendaki sang maha pencipta, yaitu yang berlabel khalifah di muka bumi (KDMB) yang hidup mandiri dan mampu mengendalikan diri, melalui dimilikinya enam focus pembinaan pendidikan oleh peserta didik yaitu :
·        kekuatan spiritual keagamaan
·        pengendalian diri
·        kepribadian
·        kecerdasan
·        akhlak mulia
·        keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara
4)    Bagaimana pembelajaran dilaksanakan? Pembelajaran dilaksanakan dengan menegakkan dua pilar, yaitu pertama pilar kewibawaan dengan unsure-unsur :
·        Pengakuan dan penerimaan pendidik terhadap peserta didik
·        Kasih sayang pendidik kepada peserta didik
·        Penguatan dari pendidik atas hal-hal positif yang dilakukan peserta didik
·        Tindakan tegas yang mendidik (bukan hukuman) oleh pendidik atas perilaku peserta didik yang perlu diperbaiki
·        Arahan dan keteladanan dari pendidik kepada peserta didik
Kedua, pilar kewiyataan dengan unsure-unsur :
·        Dikuasainya materi pembelajaran dalam kategori luas dan kaya oleh pendidik
·        Diterapkannya metode pembelajaran secara tepat dan efektif oleh pendidik
·        Dimanfaatkannya alat bantu pembelajaran yang benar-benar menunjang kegiatan pembelajaran oleh pendidik
·        Dikembangkannya lingkungan pembelajaran yang kondusif, inspiratif, dinamis, dan memperkembangkan
·        Dilaksanakannya penilaian hasil belajar peserta didik secara objektif dan progresif memperkembangkannya
5)    Strategi apa yang digunakan dalam pembelajaran? Yaitu strategi transformatif (tidak sekedar transaksional) yang mengarahkan peserta didik menguasai sesuatu yang baru dengan lima dimensinya itu, sehingga mereka berubah dari kondisi yang terdahulu ke kondisi yang baru. Strategi itu terselenggara melalui yang diaktifkannya dinamika BMB3, yaitu :
·        B : berfikir, yang membuat peserta didik menjadi cerdas
·        M : merasa, yang membuat perasaan peserta didik terkemas
·        B : bersikap, yang membuat peserta didik menjadi mawas dalam berbagai hal yang relevan
·        B : bertindak, yang membuat peserta didik bertindak secara tangkas
·        B : bertanggung jawab, yang membuat peserta didik berperilaku secara tuntas dalam membuat pertimbangan dan keputusan
Dinamika BMB3 dapat diaktifkan untuk menanggapi berbagai hal, hal apa saja, seperti konsep, kenyataan, kejadian, peristiwa, suasana, atau materi tertentu yang dihadapkan/disajikan untuk direspon atau ditanggapi.
6)    Bagaimana proses pembelajaran dikelola? Yaitu dengan langkah dasar dan terencana melalui tahapan P3MT, yaitu :
·        Perencanaan---awal
·        Pengorganisasian---transisi
·        Pelaksanaan---kerja
·        Monitoring dan penilaian---akhir
·        Tindak lanjut---evaluasi dan tindak lanjut
b.  Definisi Konseling yang Membelajarkan
*    Konseling adalah pelayanan bantuan oleh tenaga profesional kepada seorang atau sekelompok individu untuk pengembangan kehidupan efektif sehari-hari dan penanganan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu dengan fokus pribadi mandiri yang mampu mengendalikan diri melalui penyelenggaraan berbagi jenis layanan dan kegiatan pendukung dalam proses pembelajaran.
3.              Pelayanan BK Pada Satuan-satuan Pendidikan
Pada satuan-satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK, pelayanan BK terutama terkait dengan bidang kehidupan pribadi, dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir peserta didik. Untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pelayanan BK ditekankan pada pengembangan kreativitas dan karir peserta didik. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan BK menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Dewasa ini pelayanan BK pada satuan-satuan pendidikan dilaksanakan dalam kaitannya dengan implementasi kurikulum 2013. Penerapan kurikulum baru ini diharapkan mampu menghasilkan insane Indonesia yang produktif, kretif, inovatif, efektif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Dari kenyataan yang ada pada setiap satuan pendidikan ada dua kelompok kegiatan besar, yaitu kegiatan pembelajaran dan kegiatan pengadministrasian/pengelolaan. Dua kelompok bidang pembelajaran itu sangat erat terkait yang mana keduannya memperkembangkan potensi peserta didik secara optimal.
4.                    Pelayanan BK di Luar Satuan Pendidikan 
Peran pelayanan konseling diluar satuan-satuan pendidikan pun tidak kecil, yaitu membantu warga masyarakat mengembangkan diri mereka dan juga menangani permasalahan kehidupan mereka. Sasaran pelayanan konseling diluar satuan pendidikan meliputi warga masyarakat tergolong dalam satuan-satuan keluarga, instansi pemerintah maupun swasta, dunia usaha dan industri, kelembagaan sosial kemasyarakatan, dan satuan kehidupan lainnya, termasuk didalamnya kelompok sosial yang mengalami kondisi khusus, seperti dilanda kondisi tidak aman dan becanda.


Referensi :
1.        Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (2004). Dasar Standarisasi Profesi Konseling.
2.        Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Gladding, S.T (2012: terjemahan). Konseling : profesi menyeluruh. Jakarta : PT Indeks